Sebagaimana
biasa, pagi itu Mat Bulbit mengendarai mobilnya ke kantor. Saat memasuki jalan
tol, tiba-tiba handphone-nya berdering. Ada panggilan dari seorang
teman. Mat Bulbit sudah dapat menduga apa yang ingin disampaikan temannya.
“Hmm...paling juga nanyain proyek bantuan sosial,” ucap Mat Bulbit dalam hati. Dugaan
Mat Bulbit mungkin benar, karena bulan lalu temannya itu pernah menelpon dan
minta proyek bantuan sosial kepada Mat Bulbit. Waktu itu Mat Bulbit menyarankan
kepada temannya agar mengajukan proposal. HP Mat Bulbit kembali berdering, tapi
ia tidak mau mengangkatnya.
Dalam
hati, sesungguhnya Mat Bulbit ingin mengangkat panggilan telpon tersebut,
karena meski sedang berkendaraan, tentu ia masih bisa menerima telpon. Namun,
ketika ia ingin mengangkat telpon, dari sisi sebelah kiri hatinya muncul
bisikan. “Sudahlah, tak perlu diangkat telpon itu. Toh, kamu sedang menyetir.
Nanti bahaya. Apalagi, ada aturan larangan menelpon selagi berkendaraan. Kamu juga
sudah tahu bahwa yang akan dibicarakan temanmu itu pasti akan membuatmu repot
dan nambah kerjaan.” Akhirnya Mat Bulbit mengikuti bisikan hatinya.
Setibanya
di kantor, Mat Bulbit merenung. Ada perasaan bersalah lantaran ia telah
mengecewakan seorang teman yang mungkin memerlukan bantuannya. Tak lama
kemudian, handphone-nya berdering kembali. Dua kali HP-nya memanggil. Mat
Bulbit terdiam. Hatinya gundah. Di satu sisi ia merasa tidak enak lantaran
telah mengecewakan teman, sementara di sisi lain ia sudah tahu apa yang ingin
disampaikan temannya lewat telpon. “Kamu itu sekarang sedang banyak kerjaan
yang belum selesai, sementara temanmu itu pasti akan menambah kesibukanmu,
karena kamu harus menindaklanjuti permintaannya,” bisik hatinya lagi. Mat
Bulbit membiarkan panggilan telponnya hingga berhenti.
Beberapa
saat kemudian Mat Bulbit mengirim pesan BBM kepada istrinya untuk menanyakan
sesuatu. Sambil menunggu balasan dari sang istri, ia mulai mengeluarkan laptop
dan mulai mengerjakan tugas-tugas kantor. Beberapa menit berlalu, balasan BBM
dari sang istri belum juga ada. Mat Bulbit kembali mengirim pesan kepada
istrinya lewat SMS ke nomor yang lain. Juga tak ada balasan. Mat Bulbit heran,
karena biasanya istrinya selalu cepat membalas BBM atau SMS yang ia kirim. Ia
pun mengirim beberapa pesan lagi melalui BBM dan SMS. Belum juga ada balasan.
Mat Bulbit makin penasaran. Lalu ia menelpon langsung istrinya. Panggilan
pertama tidak diangkat. Begitu juga panggilan kedua dan ketiga tidak diangkat.
Mat Bulbit mulai kesal. Banyak pikiran berseliweran di kepalanya. Mulai dari
khawatir kalau-kalau istrinya sakit, hingga pikiran jangan-jangan istrinya
sedang marah lantaran sebulan terakhir ini ia sering tugas ke luar kota.
Selepas
Zhuhur, Mat Bulbit memutuskan untuk pulang karena khawatir terjadi sesuatu pada
istrinya. Di tengah perjalanan pulang, ia kembali mencoba menelpon istrinya
beberapa kali. Tetap tidak ada jawaban. Setiba di rumah ia disambut dengan
permohonan maaf sang istri berkali-kali.
“Maaf
pah, maaf...mamah baru aja tiba dari Tanah Abang,” jelas istrinya sambil
mencium tangan Mat Bulbit.
“Memangnya
mamah nggak bawa HP apa?” tanya Mat Bulbit agak kesal. “
“Bawa
pah, tapi mamah ke Tanah Abang naik motor. Jadi nggak sempat angkat telpon
papah,” jawab sang istri.
“Memang
mamah ke Tanah Abang jam berapa?” tanya Mat Bulbit lagi.
“Jam
sepuluhan,” jawab sang istri.
“Lalu,
kenapa mamah nggak jawab BBM dan SMS papah, padahal mamah belum berangkat ke
Tanah Abang kan?”
“Nggak
kedengaran pah, soalnya mamah waktu itu sedang di kamar mandi,” jawab istri Mat
Bulbit.
Sejenak
Mat Bulbit terdiam. Dia ingat pesan salah seorang ulama salafush shalih
yang dibacanya dalam sebuah buku. Nasehatnya kira-kira seperti ini, “Bila
pagi-pagi kuda tungganganmu meringkik marah dan tak mau engkau tunggangi, maka
perhatikanlah dosa apa yang baru saja engkau perbuat?”
Mat
Bulbit mengucap istighfar berkali-kali. Ia sadar karena tadi pagi telah
berbuat dosa kepada temannya. Ia pun langsung menghubungi temannya dan meminta
maaf karena tidak mengangkat telpon tadi pagi. Terima kasih ya Allah, Engkau
telah mengajariku tentang kasih sayang. Mat Bulbit ingat pesan Rasulullah Saw.,
“Man laa yarham, laa yurham”. Siapa yang tidak menyayangi, maka ia tidak
disayangi. Siapa yang tidak mau melayani, maka ia tidak akan dilayani. (Bekasi,
September 2012).
0 comments:
Posting Komentar