“Sesungguhnya orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal saleh mereka itu adalah sebaik-baik makhluk.
Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga `Adn yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap
mereka dan merekapun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi
orang yang takut kepada Rabb-nya” (QS Al-Bayyinah:
7-8).
Kematian adalah akhir kehidupan di dunia dan awal kehidupan di akhirat.
Bagi orang-orang yang cinta dunia, kematian adalah sebuah bencana yang maha
menyakitkan. Semua kenikmatan dunia lenyap seketika. Kekayaan yang dikumpulkan
selama puluhan tahun ditinggalkan tanpa sedikit pun yang bisa dibawa. Kedudukan
dan kekuasaan yang dirintis dengan susah payah lepas tak bisa membela. Semuanya
tak ada yang setia menemani untuk menghadap Sang Pencipta. Inilah yang
diperingatkan Allah Swt. dalam Al-Qur`an,
“Sesungguhnya
orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke
neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk
makhluk” (QS Al-Bayyinah: 6).
Akan tetapi bagi orang-orang yang cinta akhirat,
kematian adalah akhir dari cobaan dan ujian dunia. Semua
godaan syetan yang selalu mengajak kepada kemegahan dunia, tak ada lagi. Tinggallah
amal saleh yang dilakukan di dunia telah menunggu dalam bentuk berbagai
kenikmatan ukhrowi. Inilah penegasan Allah Swt. dalam firman-Nya,
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh
mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka
ialah surga `Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di
dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha
kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada
Rabb-nya” (QS Al-Bayyinah: 7-8).
Ya, hanya ada dua tempat tinggal di akhirat, surga dan neraka. Surga
adalah sumber kenikmatan, sedangkan neraka adalah sumber bencana, kesusahan,
dan kesengsaraan. Keduanya bersifat kekal abadi. Tidak seperti di dunia, kesulitan
silih berganti dengan kemudahan. Kesengsaraan bertukar tempat dengan
kenikmatan. Kesedihan dan kebahagiaan di dunia tidak bersifat kekal, keduanya
selalu menyapa penduduk bumi secara bergantian.
Oleh karena itu, sesusah-susahnya seseorang di dunia, pasti ia
pernah mengecap kenikmatan dan kebahagiaan. Sebaliknya, sebahagia-bahagianya
orang di dunia, pasti ia pernah merasakan kesusahan dan kesedihan.
Berbahagialah orang-orang yang beriman dan beramal saleh dengan
surga yang disediakan Allah Swt. di penghujung kehidupan dunia. Surga yang di
dalamnya terdapat semua yang diingini manusia. Semua hasrat tak ada yang terhambat.
Semua keinginan selalu terpenuhi. Tak ada duka dan derita, karena duka dan
derita milik penduduk neraka.
Ketika para penghuni surga memasuki surga, penampilan mereka berubah
menjadi lebih bersih dan indah. Tak ada cacat pada tubuhnya, meski ketika di
dunia mungkin di antara mereka ada yang cacat. Mata mereka bersinar, meski
ketika di dunia mungkin di antara mereka ada yang buta. Mereka semuanya sebaya
dan muda, meski ketika di dunia mungkin di antara mereka ada yang wafat sudah
lanjut usia. Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah Saw. dalam sabdanya,
“Penduduk surga akan masuk ke dalam surga dengan badan yang bersih
dan bagus. Mata mereka seolah-olah memakai sipat, seperti layaknya pemuda
berumur tiga puluh tiga tahun” (HR Ahmad).
Dalam hadits lain dijelaskan, “Rombongan pertama yang masuk
surga, wajah mereka bagaikan bulan purnama. Rombongan berikutnya, wajah mereka
bagaikan bintang bercahaya seperti mutiara yang paling terang di langit. Mereka
tidak buang air seni, tidak buang air besar, tidak meludah, dan tidak keluar
ingus. Sisir mereka dari emas. Bau mereka seharum minyak kesturi. Pedupaan
mereka dari kayu uluwah. Istri-istri mereka para bidadari. Akhlak mereka sama.
Tubuh mereka setinggi moyang mereka (Nabi Adam As.), yaitu enam puluh hasta”
(HR Muslim).
Mereka semua datang menuju tempat yang telah dijanjikan oleh Allah
Swt. Dalam hadits riwayat Bukhari disebutkan bahwa pintu-pintu surga pun
mengeluarkan suara-suara keras dari segala tempat. Maka, orang yang rajin
shalat dipanggil dari pintu shalat. Orang yang giat berjihad dipanggil dari
pintu jihad. Orang yang gemar bersedekah dipanggil dari pintu sedekah. Dan
orang yang rajin berpuasa dipanggl dari pintu puasa yang bernama Ar-Royyan.
Hingga ada sebagian penghuni surga dipanggil dari seluruh pintu surga untuk
menghormati dan memuliakannya lantaran mereka gemar melakukan berbagai bentuk
amal saleh.
Bergitu mereka memasuki pintu surga, mereka sudah dapat melihat
bangunan-bangunan serta istana-istananya yang dibangun dengan batu bata yang
terbuat dari emas dan perak. Hal ini dijelaskan dalam sebuah hadits,
“Batu batanya terbuat dari emas dan perak,
lantainya wangi minyak kesturi, kerikilnya terbuat dari mutiara dan permata,
dan tanahnya wangi za’faron” (HR
Thabrani).
Kemudian para penghafal Al-Qur`an yang masuk surga
diperintahkan untuk membaca ayat yang pernah mereka hafal, sebagaimana
dijelaskan oleh Rasulullah Saw.,
“Dikatakan kepada para penghafal Al-Qur`an,
‘Bacalah dan tinggikan suaramu. Kumandangkanlah
Al-Qur`an sebagaimana kamu dahulu mengumandangkannya di dunia. Sesungguhnya
kedudukanmu di surga terletak pada akhir ayat yang kamu baca’” (HR Abu Daud dan Ahmad).
Dalam kitab Dalilul Falihin disebutkan bahwa yang dimaksud
dengan Shahibul Qur`an dalam hadits tersebut adalah orang yang menghafal
seluruh Al-Qur`an atau sebagiannya dengan sepenuh hati. Mereka selalu
membacanya, merenungkan maknanya, mengamalkan ajaran-ajarannya, dan berakhlak
dengan akhlak Al-Qur`an.
Maka bergemalah suara bacaan Al-Qur`an secara tartil yang
dikumandangkan oleh orang-orang yang menghafal Al-Qur`an. Bersamaan dengan
meningginya suara mereka, meninggi jugalah derajat mereka. Derajat mereka di
surga akan terus meningkat sampai akhir ayat yang mereka hafal. Atau sampai
ayat yang telah mereka baca dan telah mereka amalkan. Jarak antara derajat yang
satu dengan yang lainnya bagaikan jarak antara langit dan bumi.
Ketika derajat mereka terangkat, salah seorang dari mereka merasa
heran menyaksikan derajat mereka yang semakin meningkat. Ia bertanya-tanya apa
gerangan penyebab dari itu semua. Karena ia sendiri merasa bahwa dirinya tidak
memiliki amalan khusus dan besar sehingga pantas baginya untuk mendapatkan
balasan yang tinggi itu, yang tidak pernah terbayangkan olehnya sebelumnya.
Ia mengira bahwa penyebab dari ketinggian derajat yang ia dapatkan
itu adalah karena ia mempunyai anak yang saleh. Ia telah bersusah payah
mengurus dan mendidik anaknya dengan didikan yang baik agar anaknya menjadi
anak yang saleh. Ia mengajari anaknya menghafal Al-Qur`an, menghayati maknanya,
dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Ia pilihkan untuk anaknya orang-orang saleh sebagai teman, serta
menjauhkannya dari teman-teman yang jahat. Juga memberinya semangat untuk
selalu mengerjakan hal-hal yang baik dan berguna bagi orang lain. Ia juga mendidik
anak wanitanya untuk menjadi anak shalihah, menyuruhnya memakai jilbab
sebagaimana yang telah disyariatkan, dan mengingatkannya untuk tidak mengikuti
langkah-langkah syetan. Dengan demikian, jadilah anak-anaknya sebagai suatu
amal saleh baginya, yang pahalanya terus mengalir kepadanya. Hal ini
diungkapkan oleh Rasulullah Saw. dalam sabdanya,
“Sesungguhnya akan didapati seseorang terangkat derajatnya di surga,
dan ia bertanya-tanya, ‘Mengapa saya bisa begini?’ Maka dikatakanlah kepadanya,
‘Itu karena istighfar anakmu yang ditujukan untukmu’” (HR Ahmad dan Al-Albani).
Salah seorang penghuni surga yang mati syahid di medan pertempuran
meminta kepada Allah Swt. agar dikembalikan ke dunia, sehingga ia dapat
berperang di jalan Allah dan tewas dalam pertempuran itu. Ia berharap agar hal
itu terjadi berulang-ulang sebanyak sepuluh kali. Dilah seorang mujahid yang
hatinya selalu terpaut dengan akhirat. Ia amat merindukan akhirat dan mencintai
Allah. Karena itu, Allah Swt. mensucikan hatinya dari hal-hal lain selain
berjihad. Inilah yang diceritakan Rasulullah Saw. dalam haditsnya,
“Akan didatangkan seseorang dari penghuni surga pada hari kiamat.
Maka Allah Swt. berfirman kepadanya, ‘Wahai anak Adam, bagaimana tempat yang
kamu peroleh saat ini?’ Ia menjawab, ‘Saya telah mendapatkan tempat yang
terbaik.’ Allah Swt. berfirman, ‘Mintalah dan bermohonlan.’ Orang itu berkata,
‘Ya Rabb, tidak ada yang aku pinta dan saya pohon kecuali Engkau mengembalikan
aku ke dunia untuk kembali berjihad hingga aku terbunuh di jalan-Mu sebanyak
sepuluh kali.’ Ia mengatakan demikian setelah ia melihat kelebihan-kelebihan
yang diberikan Allah kepada orang yang mati syahid”
(HR Muslim dan Ahmad).
Hadits ini menggambarkan betapa orang yang mati
syahid saja masih ingin dikembalikan ke dunia untuk mengulangi mati syahidnya
sebanyak sepuluh kali. Ia ingin memiliki kedudukan yang
tinggi di surga melebihi para syuhada lainnya. Pertanyaannya adalah, bagaimana
dengan kita? Wallahu a’lam bishshawab.
0 comments:
Posting Komentar